PUTRA MORSIP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penerapan HAM di
Indonesia masih kurang merata/keseluruhan,hal ini disebabkan karena masih ada saja perbuatan yang menyalahi HAM
atau menginjak- nginjak HAM sehingga tidak mempunyai harga diri lagi.
Permasalahan yang lain yang terjadi adalah banyak sekali kasus pelanggaran HAM
di Indonesia pada saat ini. Setiap manusia selalu memiliki dua
keinginan, yaitu keinginan berbuat baik, dan keinginan berbuat jahat. Keinginan
berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran hak asasi
manusia, seperti membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah dan
lain-lain.
Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat
pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering
terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat.Dalam hal ini peran
seorang pemimpin negasa sangatlah
penting untuk menghapus masalah Ham di Indonesia. Karena salah satu ciri-ciri
kegagalan dalam pemerintahan adalah masih banyaknya rakyat miskin atau tidak
sejahtera hidup rakyat. Untuk itu saya membahas masalah implementasi HAM di
Indonesia, sejauh mana peran para aparatur Negara dalam menangani kasus HAM di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Implementasi Hak Asasi Manusia
Secara sederhana implementasi
bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin
dan Usman, 2002), mengemukakan implementasi sebagai evaluasi. Browne dan
Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa ”implementasi
adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”. Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang
saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh Mclaughin (dalam Nurdin dan
Usman, 2004). Adapun Schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002:70) mengemukakan
bahwa ”implementasi adalah sistem rekayasa.”
Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi
bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem.
Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas,
tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh
berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
Sedangkan Hak Asasi Manusia, sesuai dengan yang tertuang
dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, memiliki pengertian sebagai seperangkat
hak yang melekat pada hakekat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Pengertian dan definisi HAM adalah hak yang melekat pada diri
setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat
diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung
tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan,
keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
Jadi, implementasi HAM adalah bagaimana HAM dilaksanakan secara sungguh-sungguh
berdasarkan acuan norma tertentu agar tujua dari HAM dapat tercapai dengan
baik.
B. Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi
Manusia Dunia
1. Hak
asasi pribadi / personal Right
-
Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah
tempat
-
Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
-
Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau
perkumpulan
-
Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan
agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak
asasi politik / Political Right
-
Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
-
hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
-
Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan
organisasi politik lainnya
-
Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak
azasi hukum / Legal Equality Right
-
Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan
-
Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
-
Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak
azasi Ekonomi / Property Rigths
-
Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
-
Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
-
Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa,
hutang-piutang, dll
-
Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
-
Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak
Asasi Peradilan / Procedural Rights
-
Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
-
Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan,
penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6. Hak
asasi sosial budaya / Social Culture Right
-
Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
-
Hak mendapatkan pengajaran
-
Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat
dan minat
C. Tujuan Implementasi Hak Asasi Manusia
Implementasi merupakan bentuk tindak lanjut atau penerapan,
jadi tujuan dari Implementasi Hak Asasi Manusia adalah :
a.
Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak
asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945,
dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia
b.
Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia
guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
c. Uuntuk mempertahankan hak-hak warga negara
di Indonesia sewenang-wenang aparat negara dan mendorong tumbuh/berkembangnya
pribadi manusia yang Multidimensional.
D. Sasaran Implementasi Hak Asasi Manusia
Sasaran
dari penerapan HAM ini adalah agar setiap manusia dapat menggunakan hak-hak nya
sebagai warga negara Indonesia dengan baik, bukan saling menginjak-injak atau
merebut hak-hak dari mereka yang di ambil HAM nya. Misal nya hak untuk memperoleh
keadilan, hak untuk kemerdekaan, hak untu mengemukakkan pendapatdan masih
banyak hak-hak nya. Sehingga akan terwujud keseimbangan social dan
kesejahteraan masyarakat.
E. Penerapan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Jika dilihat dari kehidupan sehari- hari hak asasi
manusia di Indonesia hanya berupa kebebasan hidup dan jaminan hidup dari
siksaan dan dari kekerasan fisik saja. Sedangkan hal hal lain tentang yang
membahas HAM tersebut tidak diperhatikan seperti contoh ; penderitaan kaum
tidak mampu, pendidikan dan tentang kepercayaan seseorang atau keyakinan.
- Penderitaan Kaum tidak mampu
- ika di lihat dari kenyataan yang ada, kaum yang tidak mampu di Indonesia ini semakin banyak dan menjadi pemandangan yang tidak asing lagi . Tetapi pemerintah seperti tidak memperdulikan hal itu, tidak ada sumbangan yang tersalurkan dengan baik kepada kaum tidak mampu . Hal ini membuktikan bahwa pemerintah gagal dalam kesejahteraan masyarakat dan dalam mengharagai HAM untuk kaum tidak mampu.
- Pendidikan
Dalam hak asasi manusia ini juga membahas tetang setaip orang berhak
memiliki atau mendapatkan pendidikan sama seperti yang lain, untuk di Indonesia
dalam penerapan HAM untuk pendidikan masih kurang umumnya dalam pendidikan
diluar daerah, khususnya di luar kota-kota besar di Indonesia banyak anak-anak
yang ingin bersekolah tetapi tidak cukup biaya atau tidak adanya sekolah
didaerah tersebut. Kebanyakan orang tua disana mengiginkan anaknya dapat
menghasikan uang saja tanpa adanya pendidikan atau sekolah, sedangkan pada kota
kota besar HAM dalam pendidikan ini banyak dilanggar oleh institut pendidikan
itu sendiri seperti pada peneriamaan calon siswa atau maha siswa yang
pas-pasan, mereka pandai tetapi tidak bisa masuk pada sekolah negeri atau
perguruan tinggi negeri karena banyak diantara badan pendidikan tadi lebih
memihak pada uangnya saja sedangkan kualitas bagi orang yang kurang mampu
mereka hanya menjadi cadangan saja.
- Kepercayaan atau keyakinan
Jika kita merujuk pada pasal 28 (e) ayat 2 undang-undang hasil amandemen,
di sana disebutkan: Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan fikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. undang-undang
ini disempurnakan pula dengan pasal 29 ayat 1 dan 2 yang menyebutkan: Negara
berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, Negara Menjamin Kemerdekaan Tiap-tiap
Penduduk untuk memeluk agamanya, dan beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu”. Undang-undang yang baru disebutkan sebelumnya, pada
prinsipnya sudah cukup mapan sebagai jaminan konstitusi untuk kebebasan
beragama di Indonesia. Jika ditafsirkan secara bebas, undang-undang ini
mencerminkan beberapa prinsip tentang hak kebebasan beragama, yaitu: hak untuk
meyakini suatu kepercayaan, dan hak untuk mengekspresikan fikiran serta sikap
sesuai dengan hati nurani. Jika saja undang-undang ini terimplementasi dengan
baik, barangkali tidak akan ada kelompok yang diklaim sebagai aliran sesat, dan
atau jikapun ada, setidaknya mereka yang dinilai sesat masih bebas menikmati
haknya untuk tetap hidup dan tumbuh di negeri ini. Bukan sebaliknya, perlakuan
terhadap mereka yang dinilai sesat justru mencerminkan penghakiman terhadap
keyakinan yang bersumber dari hati nurani mereka. Fenomena yang paling
menggelitik adalah, jaminan konstitusi terhadap kebebasan beragama di Indonesia
seolah hanya merupakan “macan kertas” yang tidak memiliki power sedikitpun.
F. Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa
peristiiwa besar pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan mendapat perhatian
yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, seperti:
1.
Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT
Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak
pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara
mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan,
penganiayaan dan pembunuhan.
2.
Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)
Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan)
terhadap para aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang
meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).
3.
Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas
(1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari
harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya
ditemukan sudah tewas.
4.
Peristiwa Aceh (1990)
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan
korban, baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa.
Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak
tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.
5.
Kasus TKI di Malaysia (2002)
Terjadi peristiwa penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia
dari persoalan penganiayaan oleh majikan sampai gaji yang tidak dibayar.
6.
Kasus bom Bali (2002) DAN beberapa tempat lainnya
Telah terjadi peristiwa pemboman di Bali, yaitu tahun 2002 dan tahun 2005
yang dilakukan oleh teroris dengan menelan banyak korban rakyat sipil baik dari
warga negara asing maupun dari warga negara Indonesia sendiri.
Selain kasusu-kasus besar diatas, terjadi juga pelanggaran Hak Asasi
Manusia seperti dilingkungan keluarga, dilingkungan sekolah atau pun
dilingkungan masyarakat.
Contoh kasus
pelanggaran HAM dilingkungan keluarga antara lain:
1.
Orang tua yang memaksakan keinginannya kepada anaknya
(tentang masuk sekolah, memilih pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, memilih
jodoh).
2.
Orang tua menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya sendiri.
3.
Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang
tuanya sendiri.
4.
Majikan dan atau anggota keluarga memperlakukan
pembantunya sewenang-wenang dirumah.
Contoh kasus
pelanggaran HAM di sekolah antara lain :
1.
Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan
kepintaran, kekayaan, atau perilakunya).
2.
Guru memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya
secara fisik (dijewer, dicubit, ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur
di tengah lapangan).
3.
Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
4.
Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.
5.
Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya
ataupun dengan siswa dari sekolah yang lain.
Contoh kasus
pelanggaran HAM di masyarakat antara lain :
1.
Pertikaian antarkelompok/antargeng, atau
antarsuku(konflik sosial).
2.
Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang pencuri
atau anggota masyarakat yang tertangkap basah melakukan perbuatan asusila.
3.
Merusak sarana/fasilitas umum karena kecewa atau tidak
puas dengan kebijakan yang ada.
Beberapa upaya
yang dapat dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari untuk
menghargai dan menegakkan HAM antara lain dapat dilakukan melalui perilaku
sebagai berikut :
1. Mematuhi
instrumen-instrumen HAM yang telah ditetapkan.
2. Melaksanakan
hak asasi yang dimiliki dengan penuh tanggung jawab.
3. Memahami
bahwa selain memiliki hak asasi, setiap orang juga memiliki kewajiban asasi
yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
4. Tidak
semena-mena terhadap orang lain.
5. Menghormati
hak-hak orang lain
Selain upaya di atas Pendidikan HAM juga dapat diimplementasikan sebagai
proses penyadaran dan pemberdayaan (conscientization and empowering) masyarakat
akan hak dan tanggung jawab sosial yang dipikulnya. Membentuk masyarakat
berperadaban (civilized society) adalah tujuan sosialnya, sementara tujuan
akhirnya adalah kearifan serta kebahagiaan seluruh umat manusia. Dengan
demikian pendidikan HAM harus diupayakan sebagai wahana pembentuk dan
pengembangan pribadi dalam upaya pembentukan masyarakat yang beradab (civil
society) yang penuh kearifan dan kebahagiaan, lahir maupun batin.
Hakekat dari tujuan akhir (high purpose) pendidikan HAM adalah
menciptakan kemakmuran dan kebahagiaan masyarakat di alam semesta. Dengan kata
lain, tujuan pendidikan HAM adalah membentuk masyarakat yang sarat moralitas. Pendidikan
HAM adalah bagaimana moral dan sistem moral dibangun sebagai fondasi
pemerintahan yang baik (good governance) di atas law enforcement yang kuat.
Untuk mewujudkannya, langkah nyata yang diperlukan adalah menggalakkan
pemahaman tentang HAM, diantaranya dapat dilakukan melalui sosialisasi
nilai-nilai HAM mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Upaya ini
dapat pula dilakukan melalui kampanye, diseminasi atau publikasi media massa.
Langkah yang terkoordinasi antara berbagai lapisan masyarakat termasuk
Lembaga Swadaya Masyarakat, pemerintah dan PBB, tentu akan memberi dampak
positif bagi upaya pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Langkah lain
yang perlu segera dilakukan adalah dicanangkannya kampanye HAM secara nasional,
untuk meningkatkan pemahaman HAM dan hak-hak mendasar lainnya. Kegiatan di
tingkat nasional dapat pula dikaitkan dengan aktivitas PBB yang telah
mencanangkan tahun 1995-2004 sebagai Dekade PBB untuk pendidikan HAM.
Meski sasaran kampanye ini ditujukan kepada masyarakat umum, perlu pula
ditekankan bahwa berbagai aparat pemerintah dan penegak hukum pun perlu
mendapat perhatian khusus. Tentu saja peran media massa dalam kegiatan ini
tidak dapat diabaikan, mengingat kemampuan membentuk opini publik dan dalam
penyampaian informasi.
Pasang surut dan perkembangan HAM di Indonesia juga senantiasa terkait
dengan institusi-institusi yang mengemban hak-hak strategis masyarakat seperti
pers, pengadilan, perguruan tinggi, partai politik, Dewan Perwakilan Rakyat,
organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan sebagainya. Jika
sosialisasi HAM dilakukan dan hakekat tujuan pendidikan HAM dapat dipahami dan
tertransformasi ke seluruh komponen bangsa dengan baik, besar kemungkinan
disintegrasi bangsa tidak perlu terjadi. Pembunuhan, pemerkosaan,
tindakan-tindakan keji serta pelanggaran HAM lainnya tidak perlu menghiasi
media massa. Paling tidak, berbagai wujud tindak kekerasan yang setiap hari
terjadi, semakin berkurang.
G. Hubungan antara HAM dengan Islam
Hak Asasi Manusia dalam islam tertuang secara transenden untuk
kepentingan manusia, lewat syariah islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut
syariah, manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab
dan karena ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya adalah keadilan yang
ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa pandang bulu. Artinya,
tugas yang diemban tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan sementara
kebebasan secara eksistensial tidak terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu
sendiri.
Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan,
kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia. Persamaan artinya Islam
memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya
keunggulan yang dinikmati seorang manusia atas manusia lainnya hanya ditentukan
oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 13,
yang artinya sebagai berikut :
“Hai Manusia,
sesnungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan permpuan dan kamu
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia diantara kaum adalah yang paling takwa.”
Sedangkan kebebasan merupakan elemen penting dalam ajaran islam.
Kehadiran islam memberikan jaminan pada kebebasan manusia agara terhindar dari
kesia-siaan dan tekanan, baik yang berkaitan dengan masalah agama, politik dan
ideologi. Pada dasarnya HAM dalam islam terpusat pada lima hal pokok yang terangkum dalam
al-dloruriyat al-khomsah atau yang disebut juga al-huquq al-insaniyah fi
al-islam (hak-hak asasi manusia dalam islam). Konsep itu mengandung lima hal pokok yang harus
dijaga oleh setiap individu yaitu hifdzu al-din (penghormatan atas kebebasan
beragama), hifdza al-mal (penghormatan atas harta benda), hifdzu al-nafs wa
al-ird(penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan individu) hifdzu
al-‘aql (penghormatan atas kebebasan berpikir) dan hifdzu al-nasl (keharusan
untuk menjaga keturunan). Kelima pokok inilah yang harus dijaga oleh setiap
umat islam supaya menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih manusiawi,
berdasarkan atas penghormatan individu atas individu, individu dengan
masyarakat, masyarakat dengan Negara dan komunitas agama dengan komunitas agama
yang lainnya.
Perlindungan Islam terhadap Hak Asasi
Manusia
Adapun hak-hak
asasi manusia yang dilindungi oleh hukum islam
1.
Hak Hidup
Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang pembunuhan dan
meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga
oleh Allah. Misalnya hadist nabi: "Apabila seseorang mengkafani mayat
saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah
kamu mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang
mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).
Hak hidup dibagi
atas beberapa hak antara lain:
a. Hak Pemilikan
Islam menjamin hak pemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara
apapun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman
Allah: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain
diantara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu
kepada hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan
jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188). Oleh
karena itulah Islam melarang riba dan setiap upaya yang merugikan hajat
manusia.
b. Hak Berkeluarga
Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan ketentraman.
Bahkan Allah memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang bujangan di
bawah perwaliannya (QS. 24: 32). Allah menentukan hak dan kewajiban sesuai
dengan fitrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban
yang dipikul individu.
Pada tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan pada kepala
keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan sebagai kelebihan
laki-laki atas wanita (QS. 4: 34). Tetapi dalam hak dan kewajiban masing-masing
memiliki beban yang sama. "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai
satu tingkatan kelebihan dari istrinya." (QS. 2: 228)
c. Hak Keamanan
Dalam Islam, keamanan tercermin dalam jaminan keamanan mata pencaharian
dan jaminan keamanan jiwa serta harta benda. Firman Allah: "Allah yang
telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan
mereka dari ketakutan." (QS. Quraisy: 3-4).
Diantara jenis
keamanan adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24: 27). Jika warga
negara tidak memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan baginya.
Termasuk keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan kepada fakir miskin,
anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin Khattab
menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam baik
miskin ataupun kaya. Dia berkata: "Demi Allah yang tidak ada sembahan
selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam harta negara ini, aku beri atau
tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj).
d. Hak Keadilan
Diantara hak setiap orang adalah hak mengikuti aturan syari’ah dan diberi
putusan hukum sesuai dengan syari’ah (QS. 4: 79). Dalam hal ini juga hak setiap
orang untuk membela diri dari tindakan tidak adil yang dia terima. Firman Allah
swt: "Allah tidak menyukai ucapan yang diucapkan terus-terang kecuali
oleh orang yang dianiaya." (QS. 4: 148).
Merupakan hak
setiap orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah yang dapat
memberikan perlindungan dan membelanya dari bahaya atau kesewenang-wenangan.
Bagi penguasa muslim wajib menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan yang
cukup. Sabda nabi saw: "Pemimpin itu sebuah tameng, berperang
dibaliknya dan berlindung dengannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
e. Hak Saling
Membela dan Mendukung
Kesempurnaan iman diantaranya ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada
pemiliknya sebaik mungkin, dan saling tolong-menolong dalam membela hak dan
mencegah kedzaliman. Bahkan rasul melarang sikap mendiamkan sesama muslim,
memutus hubungan relasi dan saling berpaling muka. Sabda nabi saw: "Hak
muslim terhadap muslim ada lima :
menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar ke kubur, memenuhi undangan dan
mendoakan bila bersin." (HR. Bukhari).
2. Hak
Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi
Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan
paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak
mengganggu hak-hak orang lain. Firman Allah: "Dan seandainya Tuhanmu
menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu
memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS.
10: 99).
Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara negara, Allah
memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain
(QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah kalangan non-muslim. Khalifah Abu Bakar
menasehati Yazid ketika akan memimpin pasukan: "Kamu akan menemukan
kaum yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian
beribadah kepada Allah di biara-biara, maka biarkanlah mereka." Khalid
bin Walid melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak mengganggu
tempat peribadahan (gereja dan sinagog) serta tidak melarang
upacara-upacaranya.
3. Hak
Bekerja
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban.
Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak
ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang
dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Dan Islam
juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah
pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).
H.
Demokrasi, HAM, dan Negara
HAM dan demokrasi merupakan
konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang dilahirkan dari sejarah peradaban
manusia di seluruh penjuru dunia. HAM dan demokrasi juga dapat dimaknai sebagai
hasil perjuangan manusia untuk mempertahankan dan mencapai harkat
kemanusiaannya, sebab hingga saat ini hanya konsepsi HAM dan demokrasilah yang
terbukti paling mengakui dan menjamin harkat kemanusiaan.
Konsepsi HAM dan demokrasi
dapat dilacak secara teologis berupa relativitas manusia dan kemutlakan Tuhan.
Konsekuensinya, tidak ada manusia yang dianggap menempati posisi lebih tinggi,
karena hanya satu yang mutlak dan merupakan prima facie, yaitu Tuhan
Yang Maha Esa. Semua manusia memiliki potensi untuk mencapai kebenaran, tetapi
tidak mungkin kebenaran mutlak dimiliki oleh manusia, karena yang benar secara
mutlak hanya Tuhan. Maka semua pemikiran manusia juga harus dinilai
kebenarannya secara relatif. Pemikiran yang mengklaim sebagai benar secara
mutlak, dan yang lain berarti salah secara mutlak, adalah pemikiran yang
bertentangan dengan kemanusiaan dan ketuhanan.
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan
seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai manusia. Hak-hak inilah yang
kemudian disebut dengan hak asasi manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak
kelahirannya sebagai manusia yang merupakan karunia Sang Pencipta. Karena
setiap manusia diciptakan kedudukannya sederajat dengan hak-hak yang sama, maka
prinsip persamaan dan kesederajatan merupakan hal utama dalam interaksi sosial.
Namun kenyataan menunjukan bahwa manusia selalu hidup dalam komunitas sosial
untuk dapat menjaga derajat kemanusiaan dan mencapai tujuannya. Hal ini tidak
mungkin dapat dilakukan secara individual. Akibatnya, muncul struktur sosial.
Dibutuhkan kekuasaan untuk menjalankan organisasi sosial tersebut.
Kekuasaan dalam suatu
organisasi dapat diperoleh berdasarkan legitimasi religius, legitimasi
ideologis eliter atau pun legitimasi pragmatis. Namun kekuasaan berdasarkan
legitimasi-legitimasi tersebut dengan
sendirinya mengingkari kesamaan dan kesederajatan manusia, karena mengklaim
kedudukan lebih tinggi sekelompok manusia dari manusia lainnya. Selain itu,
kekuasaan yang berdasarkan ketiga legitimasi diatas akan menjadi kekuasaan yang
absolut, karena asumsi dasarnya menempatkan kelompok yang memerintah sebagai
pihak yang berwenang secara istimewa dan lebih tahu dalam menjalankan urusan
kekuasaan negara. Kekuasaan yang didirikan berdasarkan ketiga legitimasi
tersebut bisa dipastikan akan menjadi kekuasaan yang otoriter.
Konsepsi demokrasilah yang
memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan
kesederajatan manusia. Demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan
yang kemudian dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat. Berdasarkan pada teori
kontrak sosial, untuk memenuhi hak-hak tiap manusia tidak mungkin dicapai oleh
masing-masing orang secara individual, tetapi harus bersama-sama. Maka
dibuatlah perjanjian sosial yang berisi tentang apa yang menjadi tujuan bersama,
batas-batas hak individual, dan siapa yang bertanggungjawab untuk pencapaian
tujuan tersebut dan menjalankan perjanjian yang telah dibuat dengan
batas-batasnya. Perjanjian tersebut diwujudkan dalam bentuk konstitusi sebagai
hukum tertinggi di suatu negara (the
supreme law of the land), yang kemudian dielaborasi secara konsisten dalam
hukum dan kebijakan negara. Proses demokrasi juga terwujud melalui prosedur
pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat dan pejabat publik lainnya.
Konsepsi HAM dan demokrasi
dalam perkembangannya sangat terkait dengan konsepsi negara hukum. Dalam sebuah
negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Hukum
dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada
konstitusi. Hal ini berarti bahwa dalam sebuah negara hukum menghendaki adanya
supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari
konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena
konstitusi adalah wujud perjanjian sosial tertinggi.
Selain itu, prinsip demokrasi
atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang
diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan perasaan keadilan masyarakat.
Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan
diterapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa. Hal
ini bertentangan dengan prinsip demokrasi. Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya
menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan menjamin
kepentingan keadilan bagi semua orang. Dengan demikian negara hukum yang
dikembangkan bukan absolute rechtsstaat, melainkan democratische
rechtsstaat.
Sebagaimana
telah berhasil dirumuskan dalam naskah Perubahan Kedua UUD 1945, ketentuan
mengenai hak-hak asasi manusia telah mendapatkan jaminan konstitusional yang
sangat kuat dalam Undang-Undang Dasar. Sebagian besar materi Undang-Undang
Dasar ini sebenarnya berasal dari rumusan Undang-Undang yang telah disahkan
sebelumnya, yaitu UU tentang Hak Asasi Manusia. Jika dirumuskan kembali, maka
materi yang sudah diadopsikan ke dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945
mencakup 27 materi berikut:
1.
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya.
2.
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.
3.
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
4.
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu
5.
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
6.
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
7.
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.
8.
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.
9.
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi.
10. Setiap orang
berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain
11. Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
12. Setiap orang
berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan
dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan
13. Setiap orang
berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermartabat
14. Setiap orang berhak
mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih
secara sewenang-wenang oleh siapapun
15. Setiap orang
berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia
16. Setiap orang
berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya
17. Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
18. Setiap orang
berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja
Jika
ke-27 ketentuan yang sudah diadopsikan ke dalam Undang-Undang Dasar diperluas
dengan memasukkan elemen baru yang bersifat menyempurnakan rumusan yang ada,
lalu dikelompokkan kembali sehingga mencakup ketentuan-ketentuan baru yang
belum dimuat di dalamnya, maka rumusan hak asasi manusia dalam Undang-Undang
Dasar dapat mencakup lima kelompok materi sebagai berikut:
1. Kelompok
Hak-Hak Sipil yang dapat dirumuskan menjadi:
a. Setiap orang berhak untuk hidup,
mempertahankan hidup dan kehidupannya.
b. Setiap orang berhak untuk bebas dari
penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan
merendahkan martabat kemanusiaan.
c. Setiap orang berhak untuk bebas dari segala
bentuk perbudakan.
d. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya.
e. Setiap orang berhak untuk bebas memiliki
keyakinan, pikiran dan hati nurani.
f. Setiap orang berhak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum.
g. Setiap orang berhak atas perlakuan yang sama
di hadapan hukum dan pemerintahan.
h. Setiap orang berhak untuk tidak dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut.
i. Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga
dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
j. Setiap orang berhak akan status
kewarganegaraan.
k. Setiap orang berhak untuk bebas bertempat
tinggal di wilayah negaranya, meninggalkan dan kembali ke negaranya.
l. Setiap orang berhak memperoleh suaka
politik.
m. Setiap orang berhak bebas dari segala bentuk
perlakuan diskriminatif dan berhak mendapatkan perlindungan hukum dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut.
Terhadap hak-hak sipil tersebut, dalam keadaan apapun atau bagaimanapun,
negara tidak dapat mengurangi arti hak-hak yang ditentukan dalam Kelompok 1 “a”
sampai dengan “h”. Namun, ketentuan tersebut tentu tidak dimaksud dan tidak
dapat diartikan atau digunakan sebagai dasar untuk membebaskan seseorang dari penuntutan atas pelanggaran hak asasi manusia
yang berat yang diakui menurut ketentuan hukum Internasional. Pembatasan
dan penegasan ini penting untuk memastikan bahwa ketentuan tersebut tidak
dimanfaatkan secara semena-mena oleh pihak-pihak yang berusaha membebaskan diri
dari ancaman tuntutan. Justru di sinilah letak kontroversi yang timbul
setelah ketentuan Pasal 28I Perubahan Kedua UUD 1945 disahkan beberapa waktu
yang lalu.
2. Kelompok Hak-Hak Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya
a. Setiap
warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan
pendapatnya secara damai.
b. Setiap warga negara berhak untuk memilih dan
dipilih dalam rangka lembaga perwakilan rakyat.
c. Setiap warga negara dapat diangkat untuk
menduduki jabatan-jabatan publik.
d. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan
memilih pekerjaan yang sah dan layak bagi kemanusiaan.
e. Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapat
imbalan, dan mendapat perlakuan yang layak dalam hubungan kerja yang
berkeadilan.
f. Setiap orang berhak mempunyai hak milik
pribadi.
g. Setiap warga negara berhak atas jaminan
sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak dan memungkinkan pengembangan
dirinya sebagai manusia yang bermartabat.
h. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi.
i. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan
memilih pendidikan dan pengajaran.
j. Setiap orang berhak mengembangkan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk peningkatan
kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia.
k. Negara menjamin penghormatan atas identitas
budaya dan hak-hak masyarakat lokal selaras dengan perkembangan zaman dan
tingkat peradaban bangsa.
l. Negara mengakui setiap budaya sebagai bagian
dari kebudayaan nasional.
m. Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika
dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya.
3. Kelompok Hak-Hak Khusus dan Hak Atas Pembangunan
a. Setiap warga negara yang menyandang masalah
sosial, termasuk kelompok masyarakat yang terasing dan yang hidup di
lingkungan terpencil, berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan yang sama.
b. Hak perempuan dijamin dan dilindungi untuk
mencapai kesetaraan gender dalam kehidupan nasional.
c. Hak khusus yang melekat pada diri perempuan
yang dikarenakan oleh fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum.
d. Setiap anak berhak atas kasih sayang,
perhatian dan perlindungan orangtua, keluarga, masyarakat dan negara bagi
pertumbuhan fisik dan mental serta perkembangan pribadinya.
e. Setiap warga negara berhak untuk berperan
serta dalam pengelolaan dan turut menikmati manfaat yang diperoleh dari
pengelolaan kekayaan alam.
f. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup
yang bersih dan sehat.
g. Kebijakan, perlakuan atau tindakan khusus
yang bersifat sementara dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan
yang sah yang dimaksudkan untuk menyetarakan tingkat perkembangan kelompok
tertentu yang pernah mengalami perlakuan diskriminasi dengan
kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, dan perlakuan khusus sebagaimana ditentukan
dalam ayat (1) pasal ini, tidak termasuk dalam pengertian diskriminasi
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (13).
4. Tanggungjawab Negara dan Kewajiban Asasi Manusia
a. Setiap orang wajib menghormati hak asasi
manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
b. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,
setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang
dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak
dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai dengan
nilai-nilai agama, moralitas dan kesusilaan, keamanan dan ketertiban umum
dalam masyarakat yang demokratis.
c. Negara bertanggungjawab atas perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia.
d. Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia,
dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen dan tidak
memihak yang pembentukan, susunan dan kedudukannya diatur dengan undang-undang.
Ketentuan-ketentuan yang memberikan jaminan konstitusional
terhadap
hak-hak asasi manusia itu sangat penting dan bahkan dianggap merupakan salah
satu ciri pokok dianutnya prinsip negara hukum di suatu negara. Namun di
samping hak-hak asasi manusia, harus pula dipahami bahwa setiap orang memiliki
kewajiban dan tanggungjawab yang juga bersifat asasi. Setiap orang, selama
hidupnya sejak sebelum kelahiran, memiliki hak dan kewajiban yang hakiki sebagai
manusia. Pembentukan negara dan pemerintahan, untuk alasan apapun, tidak
boleh menghilangkan prinsip hak dan kewajiban yang disandang oleh setiap manusia.
Karena itu, jaminan hak dan kewajiban itu tidak ditentukan oleh kedudukan
orang sebagai warga suatu negara. Setiap orang di manapun ia berada harus
dijamin hak-hak dasarnya. Pada saat yang bersamaan, setiap orang di manapun ia
berada, juga wajib menjunjung tinggi hak-hak asasi orang lain sebagaimana
mestinya. Keseimbangan kesadaran akan adanya hak dan kewajiban asasi ini
merupakan ciri penting pandangan dasar bangsa Indonesia mengenai manusia dan
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Bangsa
Indonesia memahami bahwa The Universal
Declaration of Human Rights yang dicetuskan pada tahun 1948 merupakan pernyataan
umat manusia yang mengandung nilai-nilai universal yang wajib dihormati.
Bersamaan dengan itu, bangsa Indonesia juga memandang bahwa The Universal
Declaration of Human Responsibility yang dicetuskan oleh Inter-Action Council pada
tahun 1997 juga mengandung nilai universal yang wajib dijunjung tinggi untuk melengkapi
The Universal Declaration of Human Rights tersebut. Kesadaran umum
mengenai hak-hak dan kewajiban asasi manusia itu menjiwai keseluruhan sistem
hukum dan konstitusi Indonesia, dan karena itu, perlu diadopsikan ke dalam
rumusan Undang-Undang Dasar atas dasar pengertian-pengertian dasar yang dikembangkan
sendiri oleh bangsa Indonesia. Karena itu, perumusannya dalam Undang-Undang
Dasar ini mencakup warisan-warisan pemikiran mengenai hak asasi manusia di
masa lalu dan mencakup pula pemikiran-pemikiran yang masih terus akan berkembang
di masa-masa yang akan datang.
Perkembangan Demokrasi dan HAM
Sejak awal abad ke-20, gelombang
aspirasi ke arah kebebasan dan kemerdekaan umat manusia dari penindasan
penjajahan meningkat tajam dan terbuka dengan menggunakan pisau demokrasi dan
hak asasi manusia sebagai instrumen perjuangan yang efektif dan membebaskan.
Puncak perjuangan kemanusiaan itu telah menghasilkan perubahan yang sangat luas
dan mendasar pada pertengahan abad ke-20 dengan munculnya gelombang
dekolonisasi di seluruh dunia dan menghasilkan berdiri dan terbentuknya
negara-negara baru yang merdeka dan berdaulat di berbagai belahan dunia.
Perkembangan demokratisasi kembali terjadi dan menguat pasca perang dingin yang
ditandai runtuhnya kekuasaan komunis Uni Soviet dan Yugoslavia. Hal ini
kemudian diikuti proses demokratisasi di negara-negara dunia ketiga pada tahun
1990-an.
Semua peristiwa yang
mendorong munculnya gerakan kebebasan dan kemerdekaan selalu mempunyai
ciri-ciri hubungan kekuasaan yang menindas dan tidak adil, baik dalam struktur
hubungan antara satu bangsa dengan bangsa yang lain maupun dalam hubungan antara
satu pemerintahan dengan rakyatnya. Dalam wacana perjuangan untuk kemerdekaan
dan hak asasi manusia pada awal sampai pertengahan abad ke-20 yang menonjol
adalah perjuangan mondial bangsa-bangsa terjajah menghadapi bangsa-bangsa
penjajah. Karena itu, rakyat di semua negara yang terjajah secara mudah terbangkitkan
semangatnya untuk secara bersama-sama menyatu dalam gerakan solidaritas
perjuangan anti penjajahan.
Sedangkan yang lebih
menonjol selama paruh kedua abad ke-20 adalah perjuangan rakyat melawan
pemerintahan yang otoriter. Wacana demokrasi dan kerakyatan di suatu negara,
tidak mesti identik dengan gagasan rakyat di negara lain yang lebih maju dan
menikmati kehidupan yang jauh lebih demokratis. Karena itu, wacana demokrasi
dan hak asasi manusia di zaman sekarang juga digunakan, baik oleh kalangan
rakyat yang merasa tertindas maupun oleh pemerintahan negara-negara lain yang
merasa berkepentingan untuk mempromosikan demokrasi dan hak asasi manusia di
negara-negara lain yang dianggap tidak demokratis.
Dengan perkataan lain,
masalah pertama yang kita hadapi dewasa ini adalah bahwa pemahaman terhadap
konsep hak asasi manusia itu haruslah dilihat dalam konteks relationalistic
perspectives of power yang tepat. Bahkan, konsep hubungan
kekuasaan itu sendiripun juga mengalami perubahan berhubung dengan kenyataan
bahwa elemen-elemen kekuasaan itu dewasa ini tidak saja terkait dengan
kedudukan politik melainkan juga terkait dengan kekuasaan-kekuasaan atas sumber-sumber
ekonomi, dan bahkan teknologi dan industri yang justru memperlihatkan peran
yang makin penting dewasa ini. Oleh karena itu, konsep dan prosedur-prosedur
hak asasi manusia dewasa ini selain harus dilihat dalam konteks hubungan
kekuasaan politik, juga harus dikaitkan dengan konteks hubungan kekuasaan
ekonomi dan industri.
Dalam kaitan dengan
itu, pola hubungan kekuasaan dalam arti yang baru itu dapat dilihat sebagai
hubungan produksi yang menghubungkan antara kepentingan produsen dan
kepentingan konsumen. Dalam era industrialisasi yang terus meningkat dengan
bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat dewasa ini,
dinamika proses produksi dan konsumsi ini terus berkembang di semua sektor
kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan umat manusia dewasa ini. Kebijakan
politik, misalnya, selain dapat dilihat dengan kacamata biasa, juga dapat
dilihat dalam konteks produksi. Negara, dalam hal ini merupakan produsen,
sedangkan rakyat adalah konsumennya. Karena itu, hak asasi manusia di zaman
sekarang dapt dipahami secara konseptual sebagai hak konsumen yang harus
dilindungi dari eksploitasi demi keuntungan dan kepentingan sepihak kalangan
produsen.
Dalam hubungan ini, konsep dan
prosedur hak asasi manusia mau tidak mau harus dikaitkan dengan
persoalan-persoalan:
1. Struktur kekuasaan
dalam hubungan antar negara yang dewasa ini dapat dikatakan sangat timpang,
tidak adil, dan cenderung hanya menguntungkan negara-negara maju ataupun
negara-negara yang menguasai dan mendominasi proses-proses pengambilan
keputusan dalam berbagai forum dan badan-badan internasional, baik yang menyangkut
kepentingan-kepentingan politik maupun kepentingan-kepentingan ekonomi dan
kebudayaan.
2. Struktur kekuasaan
yang tidak demokratis di lingkungan internal negara-negara yang menerapkan
sistem otoritarianisme yang hanya menguntungkan segelintir kelas penduduk
yang berkuasa ataupun kelas penduduk yang menguasai sumber-sumber ekonomi.
3. Struktur hubungan
kekuasaan yang tidak seimbang antara pemodal dengan pekerja dan antara pemodal
beserta manajemen produsen dengan konsumen di setiap lingkungan dunia usaha
industri, baik industri primer, industri manufaktur maupun industri jasa.
Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya pola hubungan “atas-bawah”, baik pada peringkat lokal,
nasional, regional maupun global antara lain adalah faktor kekayaan dan
sumber-sumber ekonomi, kewenangan politik, tingkat pendidikan atau kecerdasan
rata-rata, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, citra atau nama baik, dan
kekuatan fisik termasuk kekuatan militer. Makin banyak faktor-faktor tersebut
di atas dikuasai oleh seseorang, atau sekelompok orang ataupun oleh suatu
bangsa, makin tinggi pula kedudukannya dalam stratifikasi atau peringkat
pergaulan bersama. Di pihak lain, makin tinggi peringkat seseorang, kelompok
orang ataupun suatu bangsa di atas orang lain atau kelompok lain atau bangsa
lain, makin besar pula kekuasaan yang dimilikinya serta makin besar pula
potensinya untuk memperlakukan orang lain itu secara sewenang-wenang demi
keuntungannya sendiri. Dalam hubungan-hubungan yang timpang antara negara maju
dengan negara berkembang, antara suatu pemerintahan dengan rakyatnya, dan
bahkan antara pemodal atau pengusaha dengan konsumennya inilah dapat terjadi
ketidakadilan yang pada gilirannya mendorongnya munculnya gerakan perjuangan
hak asasi manusia dimana-mana. Karena itu, salah satu aspek penting yang tak
dapat dipungkiri berkenaan dengan persoalan hak asasi manusia adalah bahwa
persoalan ini berkaitan erat dengan dinamika perjuangan kelas (meminjam
istilah Karl Marx) yang menuntut keadilan.
Sering dikemukakan
bahwa pengertian konseptual hak asasi manusia itu dalam sejarah instrumen hukum
internasional setidak-tidaknya telah melampaui tiga generasi perkembangan.
Ketiga generasi perkembangan konsepsi hak asasi manusia itu adalah:
Generasi Pertama, pemikiran mengenai
konsepsi hak asasi manusia yang sejak lama berkembang dalam wacana para ilmuwan
sejak era enlightenment di Eropa, meningkat
menjadi dokumen-dokumen hukum internasional yang resmi. Puncak perkembangan
generasi pertama hak asasi manusia ini adalah pada persitiwa penandatanganan
naskah Universal Declaration of Human Rights Perserikatan Bangsa-Bangsa
pada tahun 1948 setelah sebelumnya ide-ide perlindungan hak asasi manusia itu
tercantum dalam naskah-naskah bersejarah di beberapa negara, seperti di Inggris
dengan Magna Charta dan Bill of Rights, di Amerika Serikat
dengan Declaration of Independence, dan di Perancis
dengan Declaration of Rights
of Man and of the Citizens. Dalam konsepsi generasi pertama ini
elemen dasar konsepsi hak asasi manusia itu mencakup soal prinsip integritas
manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil dan politik.
Pada perkembangan
selanjutnya yang dapat disebut sebagai hak asasi manusia Generasi Kedua, di samping adanya International
Couvenant on Civil and Political Rights, konsepsi hak asasi manusia
mencakup pula upaya menjamin pemenuhan kebutuhan untuk mengejar kemajuan
ekonomi, sosial dan kebudayaan, termasuk hak atas pendidikan, hak untuk
menentukan status politik, hak untuk menikmati ragam penemuan penemuan-penemuan
ilmiah, dan lain-lain sebagainya. Puncak perkembangan kedua ini tercapai dengan
ditandatanganinya International Couvenant
on Economic, Social and Cultural Right pada tahun 1966.
Kemudian pada tahun
1986, muncul pula konsepsi baru hak asasi manusia yaitu mencakup pengertian
mengenai hak untuk pembangunan atau rights to development. Hak atas atau untuk
pembangunan ini mencakup persamaan hak atau kesempatan untuk maju yang berlaku
bagi segala bangsa, dan termasuk hak setiap orang yang hidup sebagai bagian
dari kehidupan bangsa tersebut. Hak untuk atau atas pembangunan ini antara lain
meliputi hak untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, dan hak untuk
menikmati hasil-hasil pembangunan tersebut, menikmati hasil-hasil dari
perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan, pendidikan, kesehatan, distribusi
pendapatan, kesempatan kerja, dan lain-lain sebagainya. Konsepsi baru inilah
yang oleh para ahli disebut sebagai konsepsi hak asasi manusia Generasi
Ketiga.
Namun demikian, ketiga
generasi konsepsi hak asasi manusia tersebut pada pokoknya mempunyai karakteristik
yang sama, yaitu dipahami dalam konteks hubungan kekuasaan yang bersifat
vertikal, antara rakyat dan pemerintahan dalam suatu negara. Setiap
pelanggaran terhadap hak asasi manusia mulai dari generasi pertama sampai
ketiga selalu melibatkan peran pemerintah yang biasa dikategorikan sebagai crime by government yang termasuk ke dalam
pengertian political crime (kejahatan politik)
sebagai lawan dari pengertian crime against
government (kejahatan terhadap kekuasaan resmi). Karena itu, yang selalu
dijadikan sasaran perjuangan hak asasi manusia adalah kekuasaan represif negara
terhadap rakyatnya. Akan tetapi, dalam perkembangan zaman sekarang dan di
masa-masa mendatang, sebagaimana diuraikan di atas dimensi-dimensi hak asasi
manusia itu akan berubah makin kompleks sifatnya.
Persoalan hak asasi
manusia tidak cukup hanya dipahami dalam konteks hubungan kekuasaan yang
bersifat vertikal, tetapi mencakup pula hubungan-hubungan kekuasaan yang
bersifat horizontal, antar kelompok masyarakat, antara golongan rakyat atau
masyarakat, dan bahkan antar satu kelompok masyarakat di suatu negara dengan
kelompok masyarakat di negara lain.
Konsepsi baru inilah
yang saya sebut sebagai konsepsi hak asasi manusia Generasi Keempat
seperti telah saya uraikan sebagian pada bagian terdahulu. Bahkan sebagai
alternatif, menurut pendapat saya, konsepsi hak asasi manusia yang terakhir
inilah yang justru tepat disebut sebagai
Konsepsi HAM Generasi Kedua, karena sifat hubungan
kekuasaan yang diaturnya memang berbeda dari konsepsi-konsep HAM sebelumnya.
Sifat hubungan kekuasaan dalam konsepsi
Generasi Pertama bersifat vertikal, sedangkan sifat hubungan
kekuasaan dalam konsepsi Generasi Kedua bersifat horizontal. Dengan demikian,
pengertian konsepsi HAM generasi kedua dan generasi ketiga sebelumnya cukup
dipahami sebagai perkembangan varian yang sama dalam tahap pertumbuhan konsepsi
generasi
pertama.
Menjelang berakhirnya
abad ke-20, kita menyaksikan munculnya beberapa fenomena baru yang tidak pernah
ada ataupun kurang mendapat perhatian di masa-masa sebelumnya. Pertama,
kita menyaksikan munculnya fenomena konglomerasi berbagai perusahaan berskala
besar dalam suatu negara yang kemudian berkembang menjadi Multi National
Corporations (MNC’s) atau disebut juga Trans-National Corporations
(TNC’s) dimana-mana di dunia.
Fenomena jaringan kekuasaan MNC atau TNC ini merambah
wilayah yang sangat luas, bahkan jauh lebih luas dari jangkauan kekuasaan
negara, apalagi suatu negara yang kecil yang jumlahnya sangat banyak di dunia.
Dalam kaitannya dengan kekuasaan perusahaan-perusahaan besar ini, yang lebih
merupakan persoalan kita adalah implikasi-implikasi yang ditimbulkan oleh
kekuasaan modal yang ada di balik perusahaan besar itu terhadap kepentingan
konsumen produk yang dihasilkannya. Dengan perkataan lain, hubungan kekuasaan
yang dipersoalkan dalam hal ini adalah hubungan kekuasaan antara produsen dan
konsumen. Masalahnya adalah bagaimana hak-hak atau kepentingan-kepentingan
konsumen tersebut dapat dijamin, sehingga proses produksi dapat terus
dikembangkan dengan tetap menjamin hak-hak konsumen yang juga harus dipandang
sebagai bagian yang penting dari pengertian kita tentang hak asasi manusia.
Kedua, abad ke-20 juga telah
memunculkan fenomena Nations without State, seperti bangsa Kurdi
yang tersebar di berbagai negara Turki dan Irak; bangsa Cina Nasionalis yang
tersebar dalam jumlah yang sangat besar di hampir semua negara di dunia; bangsa
Persia (Iran), Irak, dan Bosnia yang terpaksa berkelana kemana-mana karena
masalah-masalah politik yang mereka hadapi di negeri asal mereka. Persoalan
status hukum kewarganegaraan bangsa-bangsa yang terpaksa berada di mana-mana
tersebut, secara formal memang dapat diatasi menurut ketentuan hukum yang
lazim. Misalnya, bangsa Kurdi yang tinggal di Irak Utara sudah tentu berkewar ganegaraan Irak, mereka yang hidup dan
menetap di Turki tentu berkewarganegaraan Turki, dan demikian pula mereka yang
hidup di negara-negara lain dapat menikmati status keawarganegaraan di negara
mana mereka hidup. Akan tetapi, persoalan kebangsaan mereka tidak serta merta
terpecahkan karena pengaturan hukum secara formal tersebut.
Ketiga, dalam kaitannya dengan fenomena pertama dan
kedua di atas, mulai penghujung abad ke-20 telah pula berkembang suatu lapisan
sosial tertentu dalam setiap masyarakat di negara-negara yang terlibat aktif
dalam pergaulan internasional, yaitu kelompok orang yang dapat disebut sebagai global citizens. Mereka ini mula-mula
berjumlah sedikit dan hanya terdiri dari kalangan korps diplomatik yang
membangun kelompok pergaulan tersendiri. Di kalangan mereka ini berikut
keluarganya, terutama para diplomat karir yang tumbuh dalam karir diplomat yang
berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain, terbentuk suatu jaringan
pergaulan tersendiri yang lama kelamaan menjadi suatu kelas sosial tersendiri
yang terpisah dari lingkungan masyarakat yang lebih luas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
dan Saran
Pada kesimpulannya, implementasi HAM di Indonesia masih kurang merata,
dan pemerintah seperti tidak memperdulikan akan hal itu. Undang-undang mengenai
HAM hanya digunakan sebagai tulisan semata, tidak ada implementasi secara
nyata. Sehingga semakin banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi seperti yang
telah disebutkan sebelumnya. Dan dalam menangani kasus-kasus pelanggaran HAM
yang terjadi banyak sekali upaya yang dapat dilakukan seperti memberikan
pendidikan HAM sejak dini dan dapat juga dilakukan melalui sosialisasi
nilai-nilai HAM mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Upaya ini
dapat pula dilakukan melalui kampanye, diseminasi atau publikasi media massa.
Selain dari Implementasi yang nyata,
kita juga harus mempunyai kesadaran dalam diri kita untuk saling menghormati
sesama.
Harapan saya kepada pemerintah agar pemerintah lebih peka akan
kasus-kasus pelanggaran HAM, tidak hanya memikirkan kepentingan pribadi dan
kelompoknya saja tetapi juga harus memikirkan nasib seluruh masyarakat Indonesia,
terutama masyarakat menengah kebawah. Pemerintah harus sadar bahwa mereka
dipilih oleh masyarakat, dan masyarakat sudah menaruh harapan dan kepercayaan
dalam pengelolaan Negara, sehingga pemerintah mempunyai kewajiban melaksanakan
amanah dari masyarakat dan tidak mengecewakan masyarakat yang telah memilih dan
meletakkan kepercayaan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi &
Konstitusionalisme Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Konstitusi Press,
2005.
__________, Hukum
Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.
Ferejohn, John, Jack N. Rakove, and Jonathan Riley
(eds). Constitutional Culture and
Democratic Rule. Cambridge: Cambridge University Press, 2001.
Fukuyama, Francis. Memperkuat Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21. Judul
Asli: State Building: Governance and
World Order in the 21st Century. Penerjemah: A. Zaim Rofiqi,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Giddens, Anthony. The Constitution of Society: Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial.
Judul Asli: The Constitution of Society:
The Outline of the Theory of Structuration. Penerjemah: Adi Loka Sujono.
Pasuruan; Penerbit Pedati, 2003.
Huntington, Samuel P. The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth Century.
Norman: University of Oklahoma Press, 1991.
Republik Indonesia, Himpunan Ketetapan MPRS dan MPR Tahun 1960 s/d 2002, Jakarta:
Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2002.
Sabine, George H. A History of Political Theory. Third Edition. New York-Chicago-San
Fransisco-Toronto-London: Holt, Rinehart and Winston, 1961.
Suseno, Franz Magnis. Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar