Minggu, 09 Februari 2014



BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
HAM adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia,tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia.Menurut John Locke HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Ruang lingkup HAM meliputi:
a.       Hak pribadi: hak-hak persamaan hidup, kebebasan, keamanan, dan lain-lain;
b.      Hak milik pribadi dan kelompok sosial tempat seseorang berada;
c.       Kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta dalam pemerintahan; serta
d.      Hak-hak berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial.
Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer),dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a.       HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b.      HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c.       HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.

B.     Hak Asasi Manusia (HAM) pada tataran Global
Sebelum konsep HAM diritifikasi PBB, terdapat beberapa konsep utama mengenai HAM ,yaitu:
1.      Ham menurut konsep Negara-negara Barat
a.       Ingin meninggalkan konsep Negara yang mutlak.
b.      Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas.
c.       Filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia.
d.      Hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan Negara.
2.      HAM menurut konsep sosialis;
a.       Hak asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat
b.      Hak asasi tidak ada sebelum Negara ada.
c.       Negara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi menghendaki.
3.      HAM menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika:
a.       Tidak boleh bertentangan ajaran agama sesuai dengan kodratnya.
b.      Masyarakat sebagai keluarga besar, artinya penghormatan utama terhadap kepala keluarga
c.       Individu tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan kewajiban sebagai anggota masyarakat.
4.      HAM menurut konsep PBB;
Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh Elenor Roosevelt dan secara resmi disebut “ Universal Decralation of Human Rights”.
Universal Decralation of Human Rights menyatakan bahwa setiap orang mempunyai:
-          Hak untuk hidup
-          Kemerdekaan dan keamanan badan
-          Hak untuk diakui kepribadiannya menurut hokum
-          Hak untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana
-          Hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu Negara
-          Hak untuk mendapat hak milik atas benda
-          Hak untuk bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
-          Hak untuk bebas memeluk agama
-          Hak untuk mendapat pekerjaan
-          Hak untuk berdagang
-          Hak untuk mendapatkan pendidikan
-          Hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan masyarakat
-          Hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.

C.    Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia
Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan merupakan satu kesatuanyang tidak dapat di pisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan pasal 1 (3), pasal 55, dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui sutu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antar negaraserta hukum internasional yang berlaku.
Program penegakan hukum dan HAM meliputi pemberantasan korupsi, antitrorisme, serta pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok penegakan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:
1.      Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional
2.      Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia
3.      Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan hukum melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/ menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen
4.      Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan sewajarnya.
5.      Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi.
6.      Peningkatan penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
7.      Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
8.      Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan HAM.
9.      Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
10.  Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
1.      Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
2.      Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
3.      Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
4.      Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
5.      Kasus Babe yang telah membunuh anak-anak yang berusia di atas 12 tahun, yang artinya hak untuk hidup anak-anak tersebut pun hilang
6.      Masyarakat kelas bawah mendapat perlakuan hukum kurang adil, bukti nya jika masyarakat bawah membuat suatu kesalahan misalkan mencuri sendal proses hukum nya sangat cepat, akan tetapi jika masyarakat kelas atas melakukan kesalahan misalkan korupsi, proses hukum nya sangatlah lama
7.      Kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri mendapat penganiayaan dari majikannya
8.      Kasus pengguran anak yang banyak dilakukan oleh kalangan muda mudi yang kawin diluar nikah



D.    Ciri Pokok Hakikat HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
1.      HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2.      HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
3.      HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).

E.     Perkembangan Pemikiran HAM
Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
1.      Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
2.      Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
3.      Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
4.      Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government




Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari:
1.      Magna Charta
Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).
2.      The American declaration
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
3.      The French declaration
Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.

4.      The four freedom
Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur Effendi,1994).
5.      Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia:
-          Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
-          Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
·            Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945
·            Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat
·            Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950
·            Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945


F.     HAM Dalam Tinjauan Islam
Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi (Abu A’la Almaududi, 1998). Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (hak al insan) dan hak Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi manusia dan juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari kedua hak tersebut, misalnya sholat.
Sementara dalam hal al insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang dimilikinya.
Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakjat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendi disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber ajaran normative, juga terdapat praktek kehidupan umat islam.
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam Islam, pertama, Hak Darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak hidup dilanggar maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy) yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak elementer misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny)yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Masdar F. Mas’udi, 2002)
Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, Al Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara adalah:
1.       Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
2.       Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan
3.       Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masing
4.       Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga negara.

G.    HAM Dalam Perundang-Undangan Nasional
Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan.
H.    Pelanggaran HAM dan pengadilan HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum.
Penaggung jawab dalam penegakan (respection), pemajuan (promotion), perlindungan (protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM.
Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara. Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara horizontal.

Komisi Nasional HAM
Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga Negara lainnya yang berfungsi untuk melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi hak asasi manusia.
Tujuan Komnas HAM antara lain :
1.      Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
2.      Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan
Wewenang Komnas HAM
Wewenang dalam bidang pengkajian penelitian
1.      Pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesibilitas atau ratifikasi
2.      Pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia
3.      Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian
4.      Studi perpustakaan, studi lapangan, dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi mausia
5.      Pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia
6.      Kerja sama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, reginal, maupun internasianal dalam bidang hak asasi manusia
Wewenang dalam bidang penyuluhan
1.      Penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia
2.      Upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non formal serta berbagai kalangan lainnya
3.      Kerja sama dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, reginal, maupun internasianal dalam bidang hak asasi manusia
4.      Wewenang dalam pemantauan
5.      Pengamat pelaksanaan hak asasi manusia dan penyuluhan laporan hasil pengamatan tersebut
6.      Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia; pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengarkanketerangannya
7.      Pemanggilan saksi untuk dimintai keterangan dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan
8.      Peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu
9.      Pemanggilan kepada pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan ketua pengadilan
10.  Pemerikasaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan dan tempat tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujauan ketu pengadilan

Pemberian pendapat berdasarkan persetujua ketua pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan apabila dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak

Wewenang dalam bidang mediasi
1.      Perdamaian kedua belah pihak
2.      Penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsilisasi, dan penilaian ahli
3.      Pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan
4.      Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah untuk ditinjak lanjuti penyelesaiannya
5.      Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditinjak lanjuti

I.       Hak Asasi Manusia Dalam Perundang-undangan Nasional
            Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
            Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat, karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang antara lain melalui amandemen dan referendum. Sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM melalui TAP MPR, kelemahannya tidak dapat memberikan sangsi hokum bagi pelanggarnya. Sedangkan pengaturan HAM dalam bentuk Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan

J.      Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia bersifat universal, yang artinya berlaku dimana saja, untuk siapa saja, dan tidak dapat diambil siapapun. Hak-hak tersebut dibutuhkan individu melindungi diri dam martabat kemanusiaan, juga seagai landasan moral dlam bergaul dengan sesama manusia. Meskipun demikian bukan berarti manusia dengan hak-haknya dapat berbuat sesuka hatinya maupun seenak-enaknya.
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirksn tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Kasus Ham sering kali terjadi, tidak hanya di Indonesia tapi juga dinegara-negara lain di dunia. Di Indonesia sendiri kasus seperti ini masih sering terjadi walaupun sudah ada lembaga yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham). Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat.
Banyak macam Pelanggaran HAM di Indonesia, dari sekian banyak kasus ham yang terjadi, tidak sedikit juga yang belum tuntas secara hukum, hal itu tentu saja tak lepas dari kemauan dan itikad baik pemerintah untuk menyelesaikannya sebagai pemegang kekuasaan sekaligus pengendali keadilan bagi bangsa ini.



1.      Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
a.       Pembunuhan masal (genosida: setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa)
b.      Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
c.       Penyiksaan
d.      Penghilangan orang secara paksa
e.       Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
2.      Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
a.       Pemukulan
b.      Penganiayaan
c.       Pencemaran nama baik
d.      Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
e.       Menghilangkan nyawa orang lain
Penindakan terhadap pelanggaran HAM dilakukan melalui proses peradilan HAM mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat nondiskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Pengadilan Umum.
Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hokum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Pengadilan HAM bertugas memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan HAM berwewenang juga memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berada dan dilakukan diluar batas territorial wilayah Negara Republik Indonesia oleh warga Negara Indonesia.

K.    Pengertian dan Ruang Lingkup Rule of Law
Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan itulah yang sering diistilahkan dengan Rule of Law.[1] Berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of Law adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal. Setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara mendasarkan pada Rule of Law. Dalam hubungan ini Pengertian Rule of Law berdasarkan substansi atau isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara.
Negara hukum merupakan terjemahan dari istilah Rechsstaat atau Rule Of Law. Rechsstaat atau Rule Of Law itu sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan yuridis dari gagasan konstitusionalisme. Oleh karena itu, konstitusi dan negara hukum merupakan dua lembaga yang tidak terpisahkan.
Friedman (1959) membedakan rule of law menjadi dua, yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materill (ideological sense). Secara formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi( organized public power), misalnya Negara. Sementara itu secara hakiki, rule of law terkait dengan penegakan rule of law karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law). Rule of law terkait dengan keadilan sehingga rule of law harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat/bangsa.  
Menurut Albert Venn Dicey dalam “Introduction to the Law of the Constitution” memperkenalkan istilah the rule of law yang secara sederhana diartikan suatu keteraturan hukum. Menurut Dicey, terdapat tiga unsur yang fundamental dalam rule of law yaitu :
1.      Supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan yang sewenang- wenang dalam arti seseorang Hanya boleh dihukum jikalau memangmelanggar hokum.
2.      Kedudukan yang sama di muka hukum, hal ini berlaku baik bagi masyarakat biasa maupun pejabat Negara
3.      Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh UU serta keputusan-keputusan UU

Prinsip-prinsip Rule of Law
Pengertian Rule of Law tidak dapat dipisahkan dengan pengertian negara hukum atau rechts staat. Meskipun demikian dalam negara yang menganut sistem Rule of Law harus memiliki prinsip-prinsip yang jelas, terutama dalam hubungannya dengan realisasi Rule of Law itu sendiri. Menurut Albert Venn Dicey dalam “Introduction to the Law of The Constitution,memperkenalkan istilah the rule of law yang secara sederhana diartikan sebagai suatu keteraturan hukum. Menurut Dicey terdapat 3 unsur yang fundamental dalam Rule of Law, yaitu: (1) supremasi aturan aturan hukum,tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jikalau memang melanggar hukum; (2) kedudukanmya yang sama dimuka hukum. Hala ini berlaku baik bagi masyarakat biasa maupun pejabat negara; dan (3) terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh Undang-Undang serta keputusan pengadilan.
            Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa jikalau dalam hubungan dengan negara hanya berdasarkan prinsip tersebut, maka negara terbatas dalam pengertian negara hukum formal, yaitu negara tidak bersifat proaktif melainkan pasif. Sikap negara yang demikian ini dikarenakan negara hanya menjalankan dan taat pada apa yang termaktub dalam konstitusi semata. Dengan kata lain negara tidak hanya sebagai “penjaga malam” (nachtwachterstaat). Dalam pengertian seperti ini seakan-akan negara tidak berurusan dengan kesejahteraan rakyat. Setelah pertengahan abad ke-20 mulai bergeser, bahawa negara harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu negara tidak hanya sebagai “penjaga malam” saja, melainkan harus aktif melaksanakan upaya-upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan cara mengatur kehidupan sosial ekonomi.
            Gagasan baru inilah yang kemudian dikenal dengan welvaartstaat, verzorgingsstaat, welfare state, social service state, atau “negara hukum materal”. Perkembangan baru inilah yang kemudian menjadi raison d’etre untuk melakukan revisi atau bahkan melengkapi pemikiran Dicey tentang negara hukum formal.
            Dalam hubungan negara hukum ini organisasi pakar hukum Internasional, International Comission of Jurists (ICJ), secara intens melakukan kajian terhadap konsep negara hukum dan unsur-unsur esensial yang terkandung di dalamnya. Dalam beberapa kali pertemuan ICJ di berbagai negara seperti di Athena (1995), di New Delhi (1956),di Amerika Serikat (1957), di Rio de Jainero (1962), dan Bangkok (1965), dihasilkan paradigma baru tentang negara hukum. Dalam hubungan ini kelihatan ada semangat bersama bahwa konsep negara hukum adalah sangat penting, yang menurut Wade disebut sebagai rule of law is a phenomenon of free society and the mark of it. ICJ dalam kapasitasnya sebagai forum intelektual, juga menyadari bahwa yang terpenting lagi adalah bagaiman konsep rule of law dapat diimplementasikan sesuai perkembangan kehidupan dalam masyarakat.
            Secara praktis, pertemuan ICJ di Bangkok tahun 1965 semakin menguatkan posisi rule of law dalam kehidupan bernegara. Selain itu, melalui pertemuan tersebut telah digariskan bahwa di samping hak-hak politik bagi rakyat harus diakui pula adanya hak-hak sosial-ekonomi, sehingga perlu dibentuk standar-standar sosial ekonomi. Komisi ini merumuskan syarat-syarat pemerintahan yang demokratis dibawah rule of law yang dinamis, yaitu: (1) perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individual, konstitusi harus pula menentukan teknis prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin; (2) lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak; (3) pemilihan umum yang bebas; (4) kebebasan menyatakan pendapat; (5) kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi; dan (6) pendidikan kewarganegaraan (Azhary, 1995: 59).
            Gambaran ini mengukuhkan negara hukum sebagai walfare state, karena sebenarnya mustahil mewujudkan cita-cita rule of law sementara posisi dan peran negara sangat minimal dan lemah. Atas dasar inilah kemudian negara diberi kekuasaan dan kemerdekaan bertindak atas dasar inisiatif parlemen. Negara dalam hal ini pemerintah memiliki fries ermessen atau poivoir discretionnare, yaitu kemerdekaan yang dimiliki pemerintah untuk turut serta dalam kehidupan sosial ekonomi dan keleluasaan untuk tidak terlalu terikat pada produk legislasi parlemen. Dala gagasan walfare state ternyata negara memiliki wewenang yang relatif lebih besar, ketimbang format negara yang hanya bersifat negara hukum formal saja. Selain itu dalam welfare state yang terpenting adalah negara semakin otonom untuk mengatur dan mengarhkan fungsi dan peran negara bagi kesejahteraan hidup masyarakat. Kecuali itu, sejalan dengan konsep negara hukum, baik rechtsstaat maupun rule of law, pada prinsipnya memiliki kesamaan fundamental serta saling mengisi. Dalam prinsip negara ini unsur penting pengakuan adanya pembatasan kekuasaan yang dilakukan secara konstitusional. Oleh karena itu, terlepas dari adanya pemikiran dan praktek konsep negara hukum yang berbeda, konsep negar hukum dan rule of law adalah suatu realitas dari cita-cita sebuah negara bangsa, termasuk negara Indonesia.
Prinsip-prinsip Rule of Law secara formal di Indonesia
            Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu sebagai berikut :
1.      Negara Indonesia adalah Negara hukum (pasal 1 ayat 3)
2.      Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan peradilan (pasal 24 ayat 1)
3.      Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hokum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1)
4.      Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat sepuluh pasal antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1)
5.      Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2)
Beberapa kasus dan penegakan rule of law antara lain:
1.      Kasus korupsi KPU dan KPUD
2.      Kasus illegal logging
3.      Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA)
4.      Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika
5.      Kasus perdagangan wanita dan anak
Bersamaan dengan itu, di kalangan para pengusaha asing yang menanamkan modal sebagai investor usaha di berbagai negara, juga terbentuk pula suatu kelas sosial tersendiri seperti halnya kalangan korps diplomatik tersebut. Bahkan, banyak di antara para pekerja ataupun pengusaha asing tugasnya terus menerus di luar negeri, berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain, yang jangkauan pergaulan mereka lebih cocok untuk menyatu dengan dunia kalangan diplomat seperti tersebut di atas, daripada bergaul dengan penduduk asli dari negara-negara tempat mereka bekerja ataupun berusaha. Dari kedua kelompok bisnis dan diplomatik inilah muncul fenomena baru di kalangan banyak warga dunia, meskipun secara resmi memiliki status kewarganegaraan tertentu, tetapi mobilitas mereka sangat dinamis, seakan-akan menjadi semacam global citizens yang bebas bergerak ke mana-mana di seluruh dunia.
Keempat, dalam berbagai literatur menge­nai corpo­ratisme negara, terutama di beberapa negara yang menerap­kan prosedur federal arrangement, dikenal adanya konsep corporate federalism sebagai sistem yang mengatur prinsip representasi politik atas dasar pertimbangan-pertimbangan ras tertentu ataupun pengelom­pokan kultural penduduk. Pem­bagian kelompok English speaking community dan French speaking community di Kanada, kelompok Dutch speaking community dan German speaking community di Belgia, dan prinsip representasi politik suku-suku tertentu dalam kamar parlemen di Austria, dapat disebut sebagai corporate federalism dalam arti luas. Kelompok-kelompok etnis dan kultural tersebut diperlakukan sebagai suatu entitas hukum tersendiri yang mempunyai hak politik yang bersifat otonom dan karena itu berhak atas representasi yang demo­kratis dalam institusi parlemen. Pengaturan entitas yang bersifat otonom ini, diperlukan seakan-akan sebagai suatu daerah otonom ataupun sebagai suatu negara bagian yang bersifat tersendiri, meskipun komunitas-komunitas tersebut tidak hidup dalam suatu teritorial tertentu. Karena itu, pengaturan demikian ini biasa disebut dengan corporate federalism.
Keempat fenomena yang bersifat sosio-kultural tersebut di atas dapat dikatakan bersifat sangat khusus dan membang­kitkan kesadaran kita mengenai keragaman kultural yang kita warisi dari masa lalu, tetapi sekaligus menimbulkan persoalan mengenai kesadaran kebangsaan umat manusia yang selama ini secara resmi dibatasi oleh batas-batas teoritorial satu negara. Sekarang, zaman sudah berubah. Kita memasuki era globalisasi, di mana ikatan batas-batas negara yang bersifat formal itu berkembang makin longgar. Di samping ikatan-ikatan hukum kewarganegaraan yang bersifat formal tersebut, kesadaran akan identitas yang dipengaruhi oleh faktor-faktor historis kultural juga harus turut dipertimbangkan dalam memahami fenomena hubungan-hubungan kema­nusiaan di masa mendatang. Oleh karena itu, dimensi-dimensi hak asasi manusia di zaman sekarang dan apalagi nanti juga tidak dapat dilepaskan begitu saja dari perubahan corak-corak pengertian dalam pola-pola hubungan yang baru itu.
Dengan perkataan lain, hubungan-hubungan kekuasaan di zaman sekarang dan nanti, selain dapat dilihat dalam konteks yang bersifat vertikal dalam suatu negara, yaitu antara peme­rintah dan rakyatnya, juga dapat dilihat dalam konteks hubung­an yang bersifat horizontal sebagaimana telah diuraikan pada bagian pertama tulisan ini. Konteks hubungan yang bersifat horizontal itu dapat terjadi antar kelompok masyarakat dalam satu negara dan antara kelompok masya­rakat antar negara. Di zaman industri sekarang ini, corak hubungan yang bersifat horizontal tersebut untuk mudahnya dapat dilihat sebagai proses produksi dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu mencakup pula pengertian produksi dalam konteks hubungan kekuasaan yang bersifat vertikal, dimana setiap kebijakan pemerintahan dapat disebut sebagai produk yang dikeluarkan oleh pemerintah yang merupakan produsen, sedangkan rakyat banyak merupakan pihak yang mengkon­sumsinya atau konsumennya. Demikian pula setiap perusa­haan adalah pro­dusen, sedangkan produk dibeli dan dikon­sumsi oleh masya­rakat konsumennya. Dengan perkataan lain, hak konsumen  dalam arti yang luas ini dapat disebut sebagai dimensi baru hak asasi manusia yang tumbuh dan harus dilin­dungi dari kemungkinan penyalahgunaan atau tindakan-tindakan sewe­nang-wenang dalam hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal antara pihak produsen dengan konsu­mennya.
Perkembangan konsepsi yang terakhir ini dapat disebut sebagai perkembangan konsepsi hak asasi manusia generasi kelima dengan ciri pokok yang terletak dalam pemahaman mengenai struk­tur hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal antara produsen yang memiliki segala potensi dan peluang untuk melakukan tindakan-tindakan sewenang-wenang terhadap pihak konsumen yang
L.     Ham Dalam Konstitusi
                Pengaturan hak atas kebebasan memperoleh informasi publik sebagai hak dasar (hak dasar ) sudah sepatutnya dijamin dalam ketentuan konstitusi atau undang-undang dasar. Konstitusi merupakan fondasi dimana hal-hal mendasar harus diletakkan dan diatur termasuk didalamnya hak asasi manusia. Hak asasi manusia merupakan hal niscaya yang menyebabkan martabat manusia termuliakan.[16]
                Secara teoritik konstitusi sendiri memiliki makna penting. Di dalam konstitusi tercermin tujuan bernegara beserta prinsip-prinsip yang harus diadopsi guna membatasi penyelenggaraan negara dari praktik otoriterisme. Dengan begitu perumusan konstitussi senantiasa diletakkan dalam semangat demokrasi sehingga mampu merefleksikan apa yang dinamakan jiwa bangsa (the National Soul) atau aspirasi otentik bangsa (the Genuine Aspiration of Nation wide)
                Umumnya semua negara mempunyai konstitusi. Konstitusi terpilah, ada yang tertulis, ada yang tidak tertulis. Konstitusi tertulis disebut Undang- undang dasar. Tertulis artinya terkodifikasi dalam satu dokumen. Tidak tertulis berarti tersebar dalam pelbagai aturan, tidak terdokumentasi dalam satu dokumen atau naskah.
                Dalam konteks sejarah konstitusi di Indonesia, baik UUD 1945 Praperubahan, Konstitusi Republik Indonesia Serikat(RIS) 1949 dan UUD Sementara 1950 tidak menegaskan adanya jaminan terhadap hak atas kebebasan informasi publik, dugaan penulis mengapa UUD 1945 praperubahan tidak mencantumkan hak atas kebebasan iformasi publik adalah karena trminologi HAM sendiri masih kontroversi pada saat UUD praperubahan dibentuk.
                Hal tersebut dapat dilacak dari risalah-risalah rapat pembentukan UUD 1945. Pada saat rapat pleno pembahasan rancangan UUD pada tanggal 15 juli 1945 secara berturut-turut Soekarno dan Soepomo menyampaikan hasil laporan. Khusus tentang tentang keberadaan HAM dalam rancangan UUD terjadi perdebatan antara Soekarno dan Soepomo disatu pihak dan Hatta dan Yamin dipihak lain. Pihak pertama menolak memasukkan HAM, terutama yang individual kedalam UUD. Alasannya bagi mereka, Indonesia harus dibangun sebagai negara Kekeluargaan.berbeda dengan pihak kedua, menghendaki agar UUD itu memuat masakah-masalah HAM secara eksplisit.
                Dalam buku lain juga disebutkan bahwa perjuangan memasukkan jaminan hak-hak sipil atau hak-hak warganegara dalam hukum sangat sukar dilakukan, dan ini sudah kelihatan semenjak masa awal pembentukan UUD 1945 ketika terjadi perdebatan antara Muh Yamin dan Hatta Vs Soekarno dan Soepomo. Karena Soepomo menegaskan bahwa “HAM tidak membutuhkan jaminan Grund-und Freihetscrehtcedari individu Contra Staat. Oleh karena itu individu tidak lain ialah bagian organik dari staat yang menyelenggarakan kemuliaan staat. Inti pandangan Soepomo adalah bahwa susunan masyarakat bersifat integral dimana anggota-anggota dan bagian-bagiannya merupakan persatuan masyarakat yang organis, persatuan masyarakat yang tidak mementingkan perseorangan dan mengatasi semua golongan, persatuan hidup berdasarkan kekeluagaan.
                Akhirnya pada tanggal 16 juli 1945, perdebatan dalam BPUPKI ini menghasilkan kompromi sehingga diterimanya beberapa ketentuan UUD berkenaan dengan hak-hak asasi manusia secara terbatas, kemudain UUD 1945 pun disahkan pada tanggal 18 agustus 1945.
                Berbeda dengan Konstitusi RIS 1949 dan UUD S 1950 yang pernah berlaku sekitar 10 tahun (1949-1950) yang memuat lebih lengkap pasal-pasal HAM dibandingka dengan UUD 1945 (praperubahan). Kedua UUD tersebut mendasarkan ketentuan- ketentuan HAM-nya pada Deklarasi umum tentang HAM PBB yang mulai berlaku pada tanggal 10 desember 1948. Meski demikian, baik di kostitusi RIS 1949 dan UUD S 1950, jaminan hak atas kebebasan memperoleh informasi publik tidak dicantunkan didalam ketentuan pasal-pasal konstitusi tersebut.
Pengaturan HAM di Indonesia terdapat dalam konstitusi (UUD 1945) sebagai standar hukum tertinggi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Selain itu juga dalam Tap MPR Nomor XVII Tahun 1998. Produk perundangan di bawahnya yaitu undang-undang yang khusus mengatur tentang HAM, antara lain:
1.      Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
2.      Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Ratifikasi Konvensi Anti penyiksaan atau Penghukuman yang kejam, Tidak Manusiawi, dan Merenadahkan Martabat.
3.      Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen.
4.      Undang-Undang Nomor 9 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat.
5.      Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Hubungan Perburuhan.
6.      Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 105 terhadap Penghapusan Pekerja secara Paksa.
7.      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138  tentang Usia Minimum bagi Pekerja.
8.      Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO nomor 11 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan.
9.      Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1999 tentang Pencabutan Undan-Undang Nomor 11 Tahun 1963 tentang Tindak Pidana Subversi.
10.  Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi.
11.  Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang HAM.
12.  UNdang-Undang Nomor 40 tentang Pers.
13.  Undang-Undang Nomor 26 tentang 2000 tentang Pengadilan HAM.
                Dari uraian diatas dapa kita ketahui bahwa pengaturan HAM di Indonesia terdapat dalam konstitusi (UUD 1945) sebagai standar hukum tertinggi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Selain itu juga dalam Tap MPR Nomor XVII Tahun 1998.


Pentingnya Konstitusi Dalam Negara
Konsekuensi logis dari kenyataan bahwa tanpa konstitusi negara tidak mungkin terbentuk, maka konstitusi menempati posisi yang sangat krusial dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Negara dan konstitusi merupakan lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dr. A. Hamid S. Attamimi, dalam disertasinya berpendapat tentang pentingnya suatu konstitusi atau Undang-undang Dasar adalah sebagai pegangan dan pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan.
Sejalan dengan pemahaman di atas, Struycken dalam bukunya Net Staatsrecht van Het Koninkrijk der Nederlanden menyatakan bahwa konstitusi merupakan barometer kehidupan bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu, sekaligus ide-ide dasar yang digariskan oleh the founding father, serta memberi arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan suatu negara yang akan dipimpin. Semua agenda penting kenegaraan ini tercover dalam konstitusi, sehingga benarlah kalau konstitusi merupakan cabang yang utama dalam studi ilmu hukum tata negara.
Pada sisi lain, eksistensi suatu ”negara” yang diisyaratkan oleh A. G. Pringgodigdo, baru riel ada kalau telah memenuhi empat unsur, yaitu:
1.      Memenuhi unsur pemerintahan yang berdaulat,
2.      Wilayah Tertentu
3.      Rakyat yang hidup teratur sebagai suatu bangsa (nation), dan
4.      Pengakuan dari negara-negara lain.
Dari keempat unsur untuk berdirinya suatu negara ini belumlah cukup menjamin terlaksananya fungsi kenegaraan suatu bangsa kalau belum ada hukum dasar yang mengaturnya. Hukum dasar yang dimaksud adalah sebuah konstitusi atau Undang-Undang Dasar.
Prof. Mr. Djokosutono melihat pentingnya konstitusi dari dua segi. Pertama, dari segi sisi (naar de Inhoud) karena konstitusi memuat dasar dari struktur dan memuat fungsi negara. Kedua, dari segi bentuk (Naar de Maker) oleh karena yang memuat konstitusi bukan sembarangan orang atau lembaga. Mungkin bisa dilakukan oleh raja, raja dengan rakyatnya, badan konstituante atau lembaga diktator.
Pada sudut pandang yang kedua ini, K. C. Wheare menggkaitkan pentingnya konstitusi dengan peraturan hukum dalam arti sempit, dimana konstitusi dibuat oleh badan yang mempunyai ”wewenang hukum” yaitu sebuah badan yang diakui sah untuk memberikan kekuatan hukum pada konstitusi.


BAB III
KESIMPULAN

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
Perjuangan bagi hak-hak asasi manusia merupakan suatu perjalanan dan bukan suatu perjalanan dan bukan suatu tujuan karena hak-hak asasi manusia itu tidak statis. Teori hak-hak asasi manusia perlu terus menerus dinilai kembali dari sudut pandang para moralis maupun para rasionalis.
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
Dari fakta dan paparan dari contoh-contoh pelanggaran diatas dapat disimpulkan bahwa HAM di Indonesia masih sangat memprihatinkan. seperti yang kita sama-sama ketahui HAM yang diseru-serukan sebagai Hak Asasi Manusia yang paling mendasarpun hanya merupakan suatu wacana saja dalam suatu teks dan implementasi pun (pengalamannya) tidak ada. Banyak HAM yang secara terang-terngan dilanggar seakan-akan hal tersebut adalah sesuatu yang legal.
Dan banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi hal itu bisa disebabkan beberapa faktor, misalkan telah terjadi krisis moral, aparat hukum yang berlaku sewenag-wenang, kurang adanya penegakkan hukum yang benar, dan lain sebagainya.



DAFTAR PUSTAKA

Djarot, Eros & Haas, Robert. 1998. Hak-Hak Asasi Manusia dan Manusia (Human rightsand The Media). Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Wahidin. 2008. Makalah PKn Tentang Hak Asasi Manusia(HAM).
Prof. Dr. H. Zainudin Ali, M.A. 2006. Sosiologi Hukum. Jakrta : Sinar Grafika.
Drs. S. Sumarsono. Dkk. 2000. Pendidikan kewarganegaraan.
Anwar, Chairul, Konstitusi dan kelembagaan Negara, Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, 1999.
Daud, Abu Busroh dan Abubakar Busro, Asas-asas Hukum Tata Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, cet. Ke-1
Kusnardi, Moh., et.ai., Ilmu Negara, Jakarta:Gaya Media Pratama, 2000, cet.ke-4.
Lubis, M. Solly, Asas-asas Hukum Tata Negara, Bandung: Alumni, 1982.
Thaib, Dahlan,et.al., Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta: PT> Raja Grafindo Persada, 2001, cet.ke-2.


 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar