BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Selama hampir 57 tahun sebagai
bangsa merdeka kita dihadapkan pada panggung sejarah perpolitikan dan
ketatanegaraan dengan dekorasi, setting, aktor, maupun cerita yang
berbeda-beda. Setiap pentas sejarah cenderung bersifat ekslusif dan Steriotipe.
Karena kekhasannya tersebut maka kepada setiap pentas sejarah yang terjadi
dilekatkan suatu atribut demarkatif, seperti Orde Lama, Orde Baru Dan Kini Orde
Reformasi.
Karena esklusifitas tersebut
maka sering terjadi pandangan dan pemikiran yang bersifat apologetik dan keliru
bahwa masing-masing Orde merefleksikan tatanan perpolitikan dan ketatanegaraan
yang sama sekali berbeda dari Orde sebelumnya dan tidak ada ikatan historis
sama sekali
Orde Baru lahir karena adanya Orde Lama,
dan Orde Baru sendiri haruslah diyakini sebagai sebuah panorama bagi kemunculan
Orde Reformasi. Demikian juga setelah Orde Reformasi pastilah akan berkembang
pentas sejarah perpolitikan dan ketatanegaraan lainnya dengan setting dan
cerita yang mungkin pula tidak sama.
Orde Reformasi sendiri walaupun
dapat dikatakan masih dalam proses pencarian bentuk, namun telah menancapakan
satu tekad yang berguna bagi penumbuhan nilai demokrasi dan keadilan melalui
upaya penegakan supremasi hukum dan HAM. Nilai-nilai tersebut akan terus di
Justifikasi dan diadaptasikan dengan dinamika yang terjadi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang hendak
di uraikan dalam makalah ini adalah ;
1. Bagaimana kondisi politik indonesian
pada masa Orde Lama ?
2. Bagaimana kondisi politik pada masa
demokrasi liberal dan parlementer ?
3. Bagaimana proses peralihan kekuasaan
dari orde lama ke orde baru ?
4. Bagaimana perbedaan kebijakan
politik pada masa Orde Lama dan Orde Baru ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Orde
Lama (1950 – 1965 )
1.
Demokrasi
Liberal (1950 – 1959
Dalam proses pengakuan kedaulatan
dan pembentukan kelengkapan negara, ditetapkan pula sistem demokrasi yang
dipakai yaitun sistem demokrasi liberal. Dalam sistem demokrasi ini presiden
hanya bertindak sebagai kepala negara. Presiden hanya berhak mengatur formatur
pembentukan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab pemerintah ada pada
kabinet. Presiden tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Adapun kepala
pemerintahan dipegang oleh perdana menteri.
Dalam sistem demokrasi ini,
partai-partai besar seperti Masyumi,Pni,dan PKI mempunyai partisipasi yang
besar dalam pemerintahan. Dibentuklah kabinet-kabinet yang bertanggung jawab
kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat ) yang merupakan kekuatan-kekuatan
partai besar berdasarkan UUDS 1950.
Setiap kabinet yang berkuasa harus
mendapat dudkungan mayoritas dalam parlemen (DPR pusat). Bila mayoritas dalam
parlemen tidak mendukung kabinet, maka kabinet harus mengemblikan mandat kepada
presiden. Setelah itu, dibentuklah kabinet baru untuk mengendalikan pemerintahan
selanjutnya. Dengan demikian satu ciri penting dalam penerapan sistem Demokrasi
Liberal di negara kita adalah silih bergantinya kabinet yang menjalankan
pemerintahan.
Kabinet yang pertama kali terbentuk
pada tanggal 6 september 1950 adalah kabinet Natsir. Sebagai formatur ditunjuk
Mohammad Natsir sebagai ketua Masyumi yang menjadi partai politik terbesar saat
itu. Program kerja Kabinet Natsir pada masa pemerintahannya secara garis besar
sebagai berikut ;
a. Menyelenggarakan pemilu untuk konstituante dalam waktu
singkat.
b. Memajukan perekonomian, keeshatan dan kecerdasan rakyat.
c. Menyempurnakan organisasi pemerintahan dan militer.
d. Memperjuangkan soal Irian Barat tahun 1950.
e. Memulihkan keamanan dan ketertiban.
Dalam menjalankan kebijakannya, kabinet ini banyak memenuhi
hambatan terutama dari tubuh parlemen sendiri. Bentuk negara yang belum
sempurna dengan beberapa daerah masih berada ditangan pemerintahan Belanda
memperuncing masalah yang ada dalam kabinet tersebut. Perbedaan politik antara
presiden dan kabinet tersebut menyebabkan kedekatan antara presiden dengan
golongan oposisi (PNI). Hal itu menentang sistem politik yang telah berlaku
sebelumnya, bahwa presiden seharusnya memiliki sikap politik yang sealiran dengan
parlemen. Secara berturut-turut setelah kejatuhan kabinet Natsir, selama
berlakunya sistem Demokrasi Liberal, presiden membentuk kabinet-kabinet baru
hingga tahun 1959.
Pada masa Demokrasi Liberal ini juga berhasil
menyelenggarakan pemilu I yang dilakukan pada 29 september 1955 dengan agenda
pemilihan 272 anggota DPR yang di lantik pada 20 Maret 1956. Pemilu pertama
tersebut juga telah berhasil badan konstituante (sidang pembuat UUD).
Selanjutnya badan konstituante memiliki tugas untuk merumuskan UUD baru. Dalam
badan konstituante sendiri, terdiri berbagai macam partai, dengan dominasi
partai-partai besar seperti NU,PKI,Masyumi dan PNI. Dari nama lembaga tersebut
dapatlah diketahui bahwa lembaga tersebut bertugas untuk menyusun konstitusi.
Konstituante melaksanakan tugasnya ditengah konflik berkepanjangan yang muncul
diantara pejabat militer, pergolakan daerah melawan pusat dan kondisi ekonomi
tak menentu.
2. Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)
Kekacauan
terus menerus dalam kesatuan negara Republik Indonesia yang disebabkan oleh
begitu banyaknya pertentangan terjadi dalam sistem kenegaraan ketika
diberlakukannya sistem demokrasi liberal. Pergantian dan berbagai respon dari
dari daerah dalam kurun waktu tersebut memaksa untuk dilakukannya revisi
terhadap sistem pemerintahan. Ir.Soekarno selaku presiden memperkenalkan konsep
kepemimpinan baru yang dinamakan demokrasi terpimpin. Tonggak
bersejarah di berlakukannya sistem demokrasi terpimpin adalah dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Peristiwa
tersebut mengubah tatanan kenegaraan yang telah terbentuk sebelumya. Satu hal
pokok yang membedakan antara sistem Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin
adalah kekuasaan Presiden. Dalam Demokrasi Liberal, parlemen memiliki
kewenangan yang terbesar terhadap pemerintahan dan pengambilan keputusan
negara. Sebaliknya, dalam sistem Demokrasi Terpimpin presiden memiliki
kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan.
Dengan
diberlakukannya Dekrit Presiden 1959 terjadi pergantian kabinet dari Kabinet Karya
(pimpinan Ir.Djuanda) yang dibubarkan pada 10 juli 1959 dan digantikan dengan
pembentukan Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Ir.Soekarno sebagai perdana
menteri dan Ir.Djuanda sebagai menteri pertama. Kabinet ini yang memiliki
program khusus yang berhubungan dengan masalah keamanan,sandang pangan, dan
pembebasan Irian Barat. Pergantian institusi pemerintahan anatara lain di MPR
(pembentukan MPRS), pemebntukan DPR-GR dan pembentukan DPA.
Perkembangan
dalam sistem pemerintahan selanjutnya adalah pernetapan GBHN pertama. Pidato
Presiden pada acara upacara bendera tanggal 17 agustus 1959 berjudu”Penemuan
Kembali Revolusi Kita”dinamakan Manifestasi Politik Republik
Indonesia(Manipol),yang berintikan USDEK (UUD 1945,Sosialisme Indonesia,
Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia). Institusi negara selanjutnya
adalah mengitegrasikan sejumlah badan eksekutif seperti MPRS, DPRS, DPA,
Depernas, dan Front Nasional dengan tugas sebgai menteri dan ikut serta dalam
sidang-sidang kabinet tertentu yang selanjutnya ikut merumuskan kebijaksanaan
pemerintahan dalam lembaga masing-masing.
Dalam
Demokrasi Terpimpin presiden mendapat dukungan dari tiga kekuatan besar yaitu
Nasionalis, Agama dan Komunis. Ketiganya menjadi kekuatan presiden dalam
mempertahankan kekuasaannya. Kekuasaan mutlak presiden pada masa itu telah
menjadikan jabatan tersebut sebagai pusat legitimasi yang penting bagi lainnya.
Presiden sebagai penentu kebijakan utama terhadap masalah-masalah dalam negeri
maupun luar negeri .
B. Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa
pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total"
atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.Orde Baru
berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Pada tanggal 28 September 1966
Indonesia resmi menjadi anggota PBB kembali.
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai
tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang
didominasi militer. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwi
tujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan
ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan
kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat
kestabilan politik yang tinggi.
Kelebihan System Pemerintahan Pada
Orde Baru
a) Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada
tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565
e) Pengangguran minimum
f) Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan
Lima Tahun)
g) Sukses Gerakan Wajib Belajar
h) Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua
Asuh
i)
Sukses
keamanan dalam negeri
Kekurangan System Pemerintahan Pada Orde Baru
a) Maraknya korupsi, kolusi, nepotisme
b) Pembangunan Indonesia yang tidak
merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian
disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
c) Munculnya rasa ketidakpuasan di
sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
d) Kecemburuan antara penduduk setempat
dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar
pada tahun-tahun pertamanya
e) Pelanggaran HAM kepada masyarakat
non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
f) Kritik dibungkam dan oposisi
diharamkan
g) Kebebasan pers sangat terbatas,
diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
h) Penggunaan kekerasan untuk
menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan
Misterius"
i)
Tidak
ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
j)
Menurunnya
kualitas birokrasi Indonesia]
k) Menurunnya kualitas tentara karena
level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan
anak buah.
l)
Lebih
dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh swasta
1. Lahirnya
Orde Baru
Akibat adanya pemberontakan Gerakan
30 September timbullah reaksi dari berbagai Parpol,Ormas,Mahasiswa
dan kalangan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965 partai politik seperti IPTKI,
NU, Partai Kristen Indonesia, dan organisasi massa lainnya melakukan apel
kebulatan tekad untuk mengamankan Pancasila dan menuntut pembubaran PKI serta
ormas-ormasnya. Pada tanggal 23 Oktober 1965 parpol yang anti komunis membentuk
Front Pancasila dan diikuti oleh pembentukan KAMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia ), KAPI ( Ksatuan Aksi Pelajar Indonesia ), dan lain-lain. Pada
tanggal 10 Januari 1966 KAMI mencetuskan TRITURA ( Tiga Tuntutan Rakyat ) “Bubarkan
PKI dan ormas-ormasnya,Bersihkan kabinet dari unsur PKI,dan turunkan
harga-harga”
2. Kebijakan
Politik Orde Baru
Rezim Orde Baru memiliki kekuasaan
penuh mengendalikan kehidupan politik masa itu. Kebijakan politik yang
diterapkan dalam masa Orde Baru dapat dilihat dari awal lahirnya Orde Baru.
Pemberangusan hak-hak berpolitik bagi eks anggota PKI dan keluarganya, merupakan
salah satu kebijakan yang mengundang kontroversi dari masyarakat. Pemerintah
Orde Baru memberikan kesempatan politik hanya kepada golongan tertentu saja.
Menjelang dilaksanakannya pemilu pada tahun 197, jumlah partai yang menjadi
peserta, tidak sebanyak partai politik di tahun 1955. Dari hasil pemilu
tersebut para wakil-wakil partai menduduki 360 kursi ditambah 100 kursi lagi
yang anggota-anggotanya diangkat oleh Presiden sehingga anggota DPR berjumlah
460 orang. Dari susunan kursi DPR yang semacam ini maka DPR selalu mendukung
kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Untuk pemiliu-pemilu selanjutnya tahun
1977,1982,1987,1992, hingga 1997 pemerintah menyederhanakan jumlah partai
politik yang ada. Hal ini dilakukan sesuai dengan Undang-Undang nomor 3 tahun
1975 . Partai Persatuan Pembangunan merupakan fusi dari partai-partai islam
seperti NU, Parmusi, PSSI, dan PERTI. Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia
adalah fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo, hanya
Golkar yang tidak mempunyai fusi partai manapun.
3. Menguatnya
Peran Negara dan Dampaknya
Pemegang pemerintahan di Orde Baru adalah kalangan militer.
Kekuasaan sentralistik yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan
berbagai akibatnya di akhir pemerintahan Orde Baru. Kekuasaan militer hampir di
seluruh bidang pembangunan.
Pada akhir
tahu 90-an dengan runtuhnya rezim Orde Baru dan seiring dengan era reformasi
terbuka kesempatan bagi rakyat untuk menentanng kekuasaan yang otoriter itu .
operasi militer mengerikan yang selam 10 tahun tertutup rapat dari pengetahuan
publikpun terbongkar. Presiden Soeharto dan rezimnya menyadari bahwa,
kemenangan mereka dapat tercapai antara lain berkat dukungan tokoh-tokoh islam
termasuk ormas-ormasnya simpatisan masyumi. Tetapi ketika muncul tuntutan dari
tokoh-tokoh masyumi yang baru bebas dari tahanan rezim Orde Lama, untuk
merehabilitasi partainya, Soeharto tegas menolak dengan alasan ”yuridis,
ketatanegaraan, dan psikologi “. Bahkan Soeharto dengan nada yang agak marah,
mengaskan, Ia menolak setiap keagamaan dan akan menindak setiap usaha
eksploitasi masalah agama untuk maksud-maksud kegiatan politik yang tidak pada
tempatnya. Dalam kata lain, pemerintahan Orde Baru yang didominasi militer
tidak menyukai kebangkitan politik islam.
4. Jatuhnya
Pemerintahan Orde Baru.
Pemerintah Orde Baru selama 32 tahun, ternyata tidak
konsisten dan konsekuen terhadap tekad awalnya muncul Orde Baru. Pada awalnya
Orde Baru bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen dalam tatanan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air. Latar
belakang munculnya tuntutan Soeharto agar mundur dari jabatannya atau yang
menjadi titik awal berakhirnya Orde Baru.
·
Adanya
krisis politik di mana setahun sebelum pemilu 1997, kehidupan politik Indonesia
mulai memanas. Pemerintah yang didukung Golkar berusaha memepertahankan
kemenangan mutlak yang telah dicapai dalam lima pemilu sebelumnya. PPP
begitupun PDI ataupun Golkar dianggapa tidak mampu lagi memenuhi aspirasi
politik masyarakat.
·
Adanya
krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997. Sebenarnya
krisis ini juga terjadi dibeberapa negara di Asia namun Indonesialah yang
merasakan dampak yang paling buruk. Hal ini disebabkan karena pondasi
perekonomian Indonesia rapuh, praktik KKN, dan monopoli ekonomi mewarnai
pembangunan ekonomi Indonesia.
·
Adanya
krisis Sosial, bersamaan dengan krisis ekonomi kekerasan di masyarakat semakin
meningkat. Melonjaknya angka pengangguran. Kesenjangan ekonomi menyebabkan
kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Gerakan moral dalam aksi damai
menuntut reformasi mulai ditunggangi berbagai kepentingan individu dan
kelompok.
·
Pelaksanaan
hukum di masa Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya kekuasaan
kehakiman yang dinyatakan dalam pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memilik
kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintahan. Namun pada
kenyataannya kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif.
Kronologi jatuhnya pemerintahan Orde Baru berawal dari
terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden melalui sidang umum MPR yang
berlangsung tanggal 1 – 11 Maret 1998, ternyata tidak menimbulkan dampak
positif yang berarti bagi upaya pemulihan kondisi ekonomi bangsa justeru
memperparah gejolak krisis. Dan gelombang aksi mahasiswa silih berganti
menyuarakan beberapa agenda reformasi.
Keberhasilan
Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui
sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan
meningkatnya sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia.
Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru
kurang diimbangi dengan pembangunan mental ( character building ) para
pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan maupun pelaku ekonomi
(pengusaha / konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan tahun 1997, korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa, aparat dan
penguasa)
C.
Reformasi
Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa
pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik,
ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966
adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1. Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan
menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan
sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam
UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum)
kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat,
tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa,
sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan
kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak
percaya kepada institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah
yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk
dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dam MPR
yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan
terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber
ketidakadilan, di antaranya :
- UU No. 1 Tahun 1985 tentang
Pemilihan Umum
- UU
No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR
- UU
No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
- UU No. 5 Tahun 1985 tentang
Referendum
- UU No. 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah
menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh
kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada
sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air
semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996.
Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal
Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan
reformasi itu, bukan hanya menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi
masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan masyarakat, maupun
pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan
bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat
pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau
memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh
pemerintah. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang
pembatasan masa jabatan Presiden.
Terjadinya ketegangan politik
menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar
agama dan etnik yang berbeda. Menjelang akhir kampanye pemilihan umum tahun
1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa.
2. Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat
banyak ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh
kalangan mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya.
Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan
masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.
3. Krisis Ekonomi
Krisi moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara
sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia.
Ekonomi Indonesia ternyata belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut.
Krisi ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin
melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim
bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami
keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997.
Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan
pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank
bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan
begitu saja.
Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara,
tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional. Faktor lain yang menyebabkan
krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar
negeri. Utang Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah
satu faktor penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri
Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi
merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari
1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai
73,962 miliar dollar Amerika Serikat. Akibat dari utang-utang tersebut maka
kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti ini
juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat
karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
4. Krisis Kepercayaan
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar
setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos Elang Mulia
Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas
dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang
dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun
tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin
banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk
melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar
bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut
sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa
lewat demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat
tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari Sejarah panjang mengenai dinamika politik pada masa
orde lama di Indonesia yang berhubungan dengan praktek politik berdasar
demokrasi muncul semenjak dikelurkannya Maklumat Wakil Presiden No.X, 3
November 1945, yang menganjurkan pembentukan partai-partai politik.
Perkembangan demokrasi dalam masa revolusi dan demokrasi parlementer dicirikan
oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno ditempatkan sebagai
pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan pemerintah yang
nyata dimiliki oleh Perdana Menteri, kabinet dan parlemen. Kegiatan partisipasi
politik di masa itu berjalan dengan hingar bingar, terutama melalui saluran
partai politik yang mengakomodasikan berbagai ideologi dan nilai-nilai
primordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat. Namun, demikian, masa itu
ditandai oleh terlokalisasinya proses politik dan formulasi kebijakan pada
segelintir elit politik semata, hal tersebut ditunjukan pada rentang 1945-1959 ditandai
dengan adanya tersentralisasinya kekuasaan pada tangan elit-elit partai dan
masyarakat berada dalam keadaan terasingkan dari proses politik.
Keruntuhan Orde Lama dan kelahiran Orde Baru di
penghujung tahun 1960-an menandai tumbuhnya harapan akan perbaikan keadaan
sosial, ekonomi dan politik. Dalam kerangka ini, banyak kalangan berharap akan
terjadinya akselerasi pembangunan politik ke arah demokrasi. Salah satu harapan
dominan yang berkembang saat itu adalah bergesernya power relationship antara negara
dan masyarakat. Harapan akan tumbuhnya demokrasi tersebut adalah harapan yang
memiliki dasar argumen empirik yang memadai diantaranya adalah berbeda dengan
demokrasi terpimpin Bung Karno yang lahir sebagai produk rekayasa elit, orde
baru lahir karena adanya gerakan massa yang berasal dari arus keinginan arus
bawah, kemudian rekrutmen elit politik di tingkat nasional yang dilakukan oleh
pemerintah Orde Baru pada saat pembentukannya memperlihatkan adanya
kesejajaran. Dalam artian, mengenai kebijakan politik yang ada tidak lagi
diserahkan pada peran politis dan ideology, melainkan pada para teknokrat yang
ahli. Sejalan dengan dasar empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai
oleh terjadinya perubahan besar dalam pegimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat,
sebelumya pada era Orde Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan
presiden, militer dan PKI. Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat
kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun
harapan itu akhirnya menemui ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara
mengejutkan memenangi pemilu lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah
beberapa sekelumit cerita tentang Orde Lama dan Orde Baru, tentang bagaimana
kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru
akhirnya tumbang bersamaan dengan tumbangnya Pak Harto atas desakan para
mahasiswa di depan gendung DPR yang akhrinya pada saat itu titik tolak era
Reformasi lahir. Dan pasca reformasilah demokrasi yang bisa dikatakan demokrasi
yang di Inginkan pada saat itu perlahan-lahan mulai tumbuh hingga sekarang ini.
B. Saran
Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu
dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya. Budaya birokrasi yang telah ditanamkan
sejak jaman kolonialisme berakar kuat hingga reformasi saat ini. Paradigma yang
dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan kekuasaan.
Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan
orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga
negara. Budaya birokrasi yang korup semakin menjadi sorotan publik saat ini.
Banyaknya kasus KKN menjadi cermin buruknya mentalitas birokrasi secara
institusional maupun individu.
Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi
alat politik yang efisien dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru,
birokrasi sipil maupun militer secara
terang-terangan
mendukung pemerintah dalam mobilisai dukungan dan finansial.
DAFTAR PUSTAKA
Tim
Penyusun. 2005. Sejarah Untuk SMA kelas XII Program Ilmu Sosial Dan Bahasa. Klaten
: Cempaka Putih.
Tim
Penyusun, MGMP. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Dan Dunia untuk Kelas XII
SMA Program IPS. Malili : Raodah Foto Copy.
http
;//www.wikipedia.org/sejarah indonesia//
http://arvynirmala.blogspot.com/2013/01/masa-orde-lama-orde-baru.html
reast-HD�=- a x